A. PENDAHULUAN
Manusia
dilahirkan kedunia dengan membawa potensi yang sangat besar, unik dan selalu
menarik untuk dikaji dan digali misteri dibalik keunikannya. Diantara
potensi-potensi yang dimilikinya, yang paling besar adalah akal. Dengan akal
manusia mampu menciptakan menemukan sesuatu yang sebelumnya tidak ada menjadi
ada dan dengan kreatifitas akal pula manusia mampu membangun sebuah peradapan
yang terbaik menurut mereka secara bertahap. Kebebasan yang dimilki oleh akal
bukan berarti kebebasan tanpa batas, manusia mengenal adanya etika, manusia
mempunyai kebebasan untuk bertindak dan berkehendak ( free wil and free
act). Dalam konteks menjadi kholifa manusia harus siap tunduk dan patuh
terhadap Dazt yang maha mengatur
Jika
manusia mengunakan rasio yang dimilikinya maka ia akan menemukan realitas
kekuatan-kekuatan alam yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan
kemajuan manusia.Itu semua tidak terlepas sejauh mana pengembangan daya kreatif
manusia itu dalam mengelola kekayaan alam dan mengembangkannya. Kalau dilihat
dari segi metode yang ditempuh menurut paradigma barat ilmu dan agama tidak
dapat dipertemukan dalam menjawab sebuah permasalahan. Dari segi metode ilmu,
diperoleh melalui jalan pengamatan, eksperimen, verifikasi yang kesemuanya
berdasarkan pada penggunaan inderawi. Sedangkan metode agama hanya dapat
diperoleh melalui jalan keyakinan dan Imam terhapat utusan yang membawanya.
Tetapi ada pendapat lain yang mengatakan bahwa ilmu secara asasi bertujuan
untuk kesejahteraan manusia dari sini jelas bahwa agama dan ilmu tidak dapat
dipisahkan, karena tujuan beragama adalah untuk kesejahteraan dunia dan akherat. Ilmu pada dasarnya
bertujuan untuk memperoleh kehidupan yang layak dan mulia di dunia dan di
akherat 1
Dari
sini filsafat ilmu dengan kreatifitasnya sangat besar dalam memberikan
kontribusi untuk umat manusia terutama dalam membangun ciri khas intelektual
yang dimilki oleh seorang muslim. Intelektual muslim di tuntut untuk dapat
menerapkan kreatifitas ilmunya dengan ideology sehingga mampu bergerak dalam
berbangai dimensi kehidupan manusia.2
Dengan memilki bekal yang cukup intelektual muslim tidak akan terbenam dan
larut dengan berbangai macam kemajuan zaman, tetapi dengan kretifitasnya dan
jiwa kritis, obyektif dan tanggung jawab berusaha mengeinternalisasikan segala
permasalahan ummat. Kemudian dengan jiwa yang dimilkinya dapat menjawab
permasalah menggunakan banyak alternatif pemecahhan yang hasilnya dapat
dipertanggung jawabkan.
Cony R
Setiawan berpendapat, dimensi kreatif dalam filsafat ilmu akan membawa kita
pada suatu wawasan yang akan menjadikan pemahaman kita terhadap perkembangan
manusia yang terus berupaya menguasai dunia fisik dan biologis serta
interelasinya dengan nilai-nilai insani yang digali dari kehidupan spritual dan
dunia metafisika.
B.
RUMUSAN MASALAH
Dalam
makalah ini akan dibahas beberapa poin permasalah yang meliputi :
1.
Apa intelektual Muslim ?
2.
Apa dimensi kreatif ?
3.
Dimensi kreatif filsafat ilmu
4.
Tanggung jawab intelektual Muslim
C.
PEMBAHASAN
1.
Intelektual Muslim
Manusia
pada dasarnya berbeda dengan mahluk lain yang hanya memiliki hawa nafsu dalam
tubuhnya, manusia dibekali dengan akal pikiran
dengan segala potensi-potensinya. Manusia hidup dengan akal, pikiran,
rasa, karsa dan kemauan ini menjadi modal untuk mencapai semua cita-cita dalam
memenuhi segala kebutuhannya3 Akal
dipergunakan untuk perpikir, tetapi sebagian orang berpendapat bahwasaanya
untuk perpikir perlu meletakkan kedua telapak tanggan di kepala perlu tempat yang sepi untuk
mendapatkan suatu hasil pemikiran. Ajaran Islam mengajarakan untuk selalu
berpikir apa yang kita lihat (makro
cosmos) dan kita rasa (mikro cosmos) dengan perpaduan dua kenyataan ini maka
hasil pemikiran akan lebih obyektif.
Sejarah
berbicara dunia Intektual Muslim telah berkembang sejak Islam datang namun
perkembangan pesat terjadi pada masa keemasan Islam pada daulah Bani Abbasiyah
dengan lahirnya beberapa tokoh Intelektual seperti: Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu
Sina, Al-Ghazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Rusdy, Ibnu Khaldun4
dan masih banyak yang lainnya. Ada sebuah pendapat yang mengatakan bahwa orang
muslim pada awalnya adalah musuh bagi ilmu atau tidak suka terhadap ilmu karena
mereka beranggapan bahwa ilmu adalah hasil pikiran manusia yang banyak membawa
kemudaratan. Mereka hanya menerima ilmu yang bersumber atau berasal dari Al-
Qur’an Dan Al- Hadist. Pendapat diatas pada kenyataan tidak benar karena pada
dasarnya ilmu adalah bebas nilai, sehingga dalam penggunaannya tergantung pada
penggunanya itu sendiri, hal ini dapat dilihat pada tokoh Islam semisal: Al-
Kindi, Al- Farabi, Ar-Razi ketiga tokoh ini adalah orang-orang ahli filsafat,
yang mana pertama kali filsafat dibawa oleh ilmuan non Muslim yaitu Plato,
Socrates, dll. Para tokoh intelektual Muslim tidak menolak secara keseluruhan
tetapi mereka mengadopsi dan mengembalikannya lagi pada sumber ajaran Islam.
Meski kita tahu ada beberapa ilmu yang dihasilkan dari mengadopsi ilmu-ilmu
barat yang kurang sesuai atau berada di luar lingkungan kita tetapi para
ilmuawan telah banyak berjasa terhadap dunia Islam terutama ketika dunia barat
mengalami keterpurukan sampai mereka mengalami masa renaissaince (lahir
kembali) dalam bidang ilmu pengetahuan yang mana mereke banyak belajar pada
para tokoh Intelektual Muslim.
Ilmu
yang dihasilkan oleh para Intektual muslim berasal dari pemikiran yang mendalam
pada apa yang mereka lihat, dengar dan rasa selanjutnya di kembalikan pada
sumber asal yakni al-Qur’an dan Hadist sebagai pedoman. Manusia dalam
kehidupannya menghadapi tiga persoalan yakni: sebagai mahluk otonom, sebagai
mahluk yang mempunyai kebutuhan jasmani dan rohani, manusia yang butuh
tersendirian (mandiri) walaupun tidak dapat dipisahkan dengan orang lain karena
manusia tidak akan bisa hidup tanpa adanya orang lain. Dari tiga persoalan
diatas perlu mendapat perhatian, menusia adalah mahluk otonom, yang mana
manusia bebas melakukan apa yang di inginkannya, tetapi tetap dalam frame
of reference dalam konteks Islam
tidak ada satu perbuatan yang nantinya tidak dimintai pertanggung jawaban5
Manusia dalam konktes free wil nya harus mampu mengatur dengan dzat yang
yang maha mengatur (Allah), memang pengembangan kreatifitas disarankan pada
kebebasan tetapi sulit diterima jika kreatifitas melanggar norma yang sudah ada
atau menyinggung perasaan orang lain.
Hal inilah yang dipengang oleh para Intelektual Muslim mereka tidak ingin
terjebak dalam lingkaran filsafat yang sekuler yang pada akhirya akan semakin
menjauhkan dia dari tujuan awal diciptakannya manusia ke muka bumi yakni untuk
beribadah.
2.
Dimensi Kreatif
Ilmu
bukanlah hasil pemikiran manusia semata-mata yang berdasarkan pada pengalaman
(empiri) dengan penelitian, percobaan, pembuktian, melaikan manusia telah
dibekali dengan satu komponen yang canggih yaitu akal untuk berimajinasi6. Dengan berimajinasi manusia mampu
menggali dan memproduksi ide-ide dengan sebanyak-banyak dan mampu berpikir
kritis sehingga hal ini dapat meningkatkan kwalitas hidup. Kreatifitas tidak
dapat dilepaskan dari peran imajinasi, imajinasi adalah potensi dasar dan tiada
batas yang di miliki manusia7. dengan
imajinasi manusia dapat mempertahankan posisinya diantara mahluk lain selain
itu dengan imajinasi manusia mampu menggali potensi yang dimilkinya sehingga
mampu menciptakan segala sesuatu yang diinginkannya.
Kemampuan
berimajinasi merupakan suatu anugerah yang sekaligus menuntut manusia untuk
berkecimpung dalam suatu filsafat ilmu yang mencari kesejahteraan hidup
manusia. Oleh karena itu filsafat ilmu pada abad ke 20 tidak lagi mengutamakan
penalaran semata, tetapi bertujuan untuk meningkatkan dan membuka tabir alam
yang ada dalam suatu dimensi yaitu dimensi kreatif8.
Jadi dimensi kreatif manusia dapat diketahui sejauh mana mereka dapat
memfungsikan kemampuan dalam diri untuk membangun dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dalam membuka tabir alam sehingga dapat mengetahui makna penciptaan
alam yang sebenarnya. Kreatifitas lahir bersama dengan lahirnya manusia ke muka
bumi. Kreatifitas dalam Islam dikenal dengan fitrah, kata fitra mempunyai dua
makna: Pertama, berarti suci, yang mana dalam perkembagannya tergantung pada
lingkungan sekitar, berdasarkan pengalaman. Kedua, pembawaan, bakat,
kreatifitas. Pengertian kedua inilah menjadi pembahasan.
Dimensi
kreatif merupakan integrative dari empat fungsi dasar yaitu: a) berfikir
rasional, b) perkembangan emosional, c) pengembangan bakat khusus, d) kesadaran
yang menghasilkan imajinasi dan fantasi, jadi kreatifitas seseorang dapat
berkembang jika keempat komponan ini
dapat bejalan beriringan, jika salah satunya belum dapat berfungsi maka
kreatifitas belum terjadi sepenuhnya.9
. penyatuan keempat komponen ini sangat mempengaruhi keintelektulan seseorang
karena penyatuan ini dapat menghasilkan suatu kreatifitas baru dan berpengaruh.
Selajutnya keterkaitan kreatifitas dengan perkembangan ilmu adalah banyak
muncul penemuan-penemuan baru yang merupakan hasil dari kreatifitas seorang
intelektual. Penemuan ini harus selalu dihargai dan direspon oleh para penguasa
karena sejarah telah menceritakan kerajaan Eropa pernah dilanda kegelapan dan
kemandekan karena para penguasa gereja tidak merespon terhadap perkembangan
keilmuan yang ada pada saat itu. Jika
perkembangan suatu ilmu belum dapat pengakuan dari masyarakat maka hal ini
belum dikatakan berhasil, karena kebenaran ilmu itu tidak hanya berdasarkan
pada kebenaran empirik saja melaikan banyak faktor yang mendukungannya antara
lain: kondisi lingkungan manusiawi, aspek spritual, material, moral, para pencetusnya. Untuk itu daya kreatif
ilmuawan sangat mempengaruhi perkembangan suatu ilmu untuk menguji kenbenaran
ilmiyah dari penemuan tersebut. Tindakan kreatif tidak hanya muncul dalam ilmu,
namun juga ada dalam seni, budaya dan teknologi. Intinya dimensi kreatif
merupakan pokok dari berbagai penelusuran permasalahan dengan tumbuhnya ilham
dalam berbagai penemuan baru sehingga terciptalah suatu ilmu, paradigma, atau
teori baru melalui sintetis berbagai kehidupan yaitu, rasio, rasa, indera dan
intitusi yang merupakan seluruh fungsi dasar manusia. Kepekaan terhadap suatu
masalah harus selalu menjadi tumpuan ilmu itu sendiri dalam perwujudan potensi
kreatif individu maupun kelompok masyarakat tertentu dalam menemukan,
mengembangkan, serta mendisiminasikan ilmu tersebut setelah ada penerimaan.
Potensi kreatif dan perwujudan ini pula yang ternyata merupakan kemungkinan dan
kekuatan untuk menjalankan barbagai tantangan perubahan kehidupan manusia dalam
peningkatan harkat dan martabatnya. Apa yang dihayati sebagai ambisi terkadang
dalam potensi, ilmu dalam hal ini adalah wahana keterwujudan mencapai tujuan10
3.
Dimensi Kreatif Filsafat Ilmu
Jika
kita membicarakan dimensi kreatifitas filsafat ilmu maka pada dasarnya manusia
menjadi subyeknya . secara harfiah kreatifitas menurut kamus besar Indonesia
adalah kamampuan untuk mencipta, atau daya cipta11.
Jujun S. Suriasumantri megutip dari
Horance B. English dan Ava C English mengartikan kreatifitas adalah kemampuan
untuk mencari pemecahan baru terhadap suatu masalah12. menurut Conny pada abad 19 filsafat ilmu membahas tentang
pengetahuan sebagai hasil pemikiran manusia, maka pada abad 20 bergeser yakni
tentang manusia itu sendiri karena manusia memilki kemampuan berimajinasi yang
kemudian disampaikan dalam bentuk dimensi kreatifitas yang merupakan model
integeraive dari berpikir secara rasional dengan pengembangan bakat, emosional dan penggunaan
imajinasi serta fantasi13
Manusia
dengan berbagai macam potensinya mampu menuangkan kreatifitasnya dalam
membangun peradapan, hal ini dapat kita lihat dari tulisan sejarah yang mana
manusia mengalami perubahan dari zaman purba hingga zaman post modern abad 21.
begitu pula pada taraf akal budi manusia, menurut filsafat positivisme yang
dikemukakan oleh Auguste Comte (1798-1857) perkembangan akal manusia di mulai
dari manusia mistis ke manusia ilmiah melalui tahapan tertentu yakni bermula
dari tahapan mistis atau teologis terhadap metafisis dan berakhir pada tahapan
yang paling tinggi yakni tahap positif 14.
Dalam kajian filsafat ilmu manusia menjadi subyek pembahasan telah menghasilkan
ilmu pengetahuan meskipun melalui perjalanan yang cukup panjang dan lama yang
dimulai sejak zaman pra sejarah dan zaman purba. Pada zaman purba dimulai
dengan pertanyaan apa dan bagaimana, pada saat ini pengamatan dan
membeda-bedakan, memilih, dan melakukan percobaan adalah langkah yang di
lakukan manusia pada zaman tersebut. Kemudian di lanjutkan dengan zaman sejarah
melalui daya abstraksi, manusia memulai untuk berlatih menulis, membaca dan
berhitung dengan daya kreatifitasnya hal ini terbukti dengan adanya
kerajaan-kerajaan yang ada semisal : Mesir, Maya Inca, Babilonia dll. Antara
tahun 600 sampai 200 tahun masyarakat Yunani mulai mengembangkan penalaran
dalam menerima segala informasi yang mereka terima, mereka mulai memikirkan
segala sesuatu sampai ke akar-akarnya. Pada zaman inilah lahir para tokoh-tokoh
filosof terkenal seperti: Plato, Socrates, Aristoteles, dengan metafisikanya.
Selanjutnya pada abad pertengahan di mana pengaruh Islam mulai dirasakan dalam
ilmu pengetahuan lahirlah tokoh
intelektual Muslim seperti : Al-Khoarizmi dengan penemuan angka Nol nya, Ibnu
Rusdy tentang ilmu kedokterannya, Omar Kayam dengan syair-syairnya Al- Idris
tentang astronominya dan masih banyak yang lainnya. Setelah abad pertengahan
ilmu pengetahuan mengalami pencerahan 15.
Sedangkan pada zaman modern manusia mengalami perkembangan yang cukup pesat dan
banyak melahirkan tokoh-tokoh yang memiliki ide-ide kreatif yang bersifat
revolusioner dan inovatif semisal Galilio dkk
Menurut
Gowan dan Trefinger proses kreatifitas manusia dapat berkembang melalui empat
tahapan, pertama, tingkat kreatifitas di tandai dengan timbulnya
pemikiran yang bersifat difergen dan baru dan bersifat intuitif. Kedua,
psikodelik atau perluasan pemikiran dan perasaan yang di tandai dengan
pengembangan kesadaran untuk menerima sesuatu yang baru dari kebiasaanya. Ketiga,
tingkat imajinatif ditandai dengan teresapinya tingkat kreatif dan psikodelik
yang kemudian akan menghasilkan teori-teori baru konsep dan model yang belum
pernah di rasakan oleh kelompok manapun16.
Keempat, perkembangan imajinasi, yang mana dari imajinasi akan
melahirkan kreatifitas. Selanjutnya untuk menjadi sunguh-sunguh kreatif maka
imajinasi dan fantasi harus terealisasikan dalam alam nyata, yang artinya
imajinasi adalah ide-ide yang abstrak yang orang tidak akan paham sebelum
dituangkan dalam alam nyata atau dunia kongkret.
Ditinjau
dari segi aksiologinya Ideal Bacon mengatakan bahwa ilmu bagi kemaslahatan
manusia (kemanusiaan) yaitu mengusahakan posisi yang lebih menguntungkan bagi
manusia dalam menghadapi alam17.
Sehingga manusia dituntut untuk berpikir, merenung dalam mencari sejumlah
alternatif penyelesaian masalah guna mengatasi berbagai tantangan zaman yang
masih tetap berada dalam kejumudan untuk dikembangakan dan diproses sehinga
menjadi hasil pemikiran yang sesuai dengan keilmuan yang hakiki agar mencapai
kehidupan menguntungkan. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa dengan jalan
filsafat akan mengatarkan manusia untuk berfikir dan bersikap arif18. Dengan pengembangan pola pikir secara
rasional dan disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka akan
melahirkan argumen-argumen dan ide-ide yang akan mengantarkan manusia kepada
kewibawaan dan keraifan dalam bertindak serta akan mempunyai pandangan yang
kritis terhadap tradisi sehingga tidak akan menerima secara begitu saja tanpa
adanya pemikiran yang mendalam. Filsafat akan mendorong seseorang untuk
bersikap mandiri, bebas dan radikal namun memiliki tanggung jawab kemanusiaan 19, dengan demikian filsafat dapat
dikatakan kegiatan berfikir dengan tujuan yang ada. Dalam hal menuangkan ide kretifnya manusia
masih memerlukan etika. Etika inilah yang nantinya akan menentukan perbuatan
baik dan buruk, bagaimana cara seseorang melakukan pilihan dalam berbuat.20 Karena pada dasarnya pemikiran melalui
jalan filsafat, pemikiran yang mendekati suatu kebenaran sama dengan yang
dikehendaki oleh agama. Meski agama dan filsafat sama-sama mencari suatu
kebenaran akan tetapi tetap masih ada perbedaan diantara keduanya yaitu
filsafat dalam mencari kebenaran dengan tidak mengingkari dan mengurangi wahyu,
tetapi tidak mendasarkan penyelidikannya atas wahyu walaupun ada beberapa hal
yang masuk kewilayah agama, diselidiki oleh filsafat. Sedangkan kebenaran dalam
agama melalui jalan berdasarkan wahyu sehingga selain dengan pemikiran juga
diperlukan keimanan. Kebenaran yang dihasilkan oleh filsafat diharapkan
kebenaran yang ber-etika anggapan ini tidak selamanya dapat dipengang karena
pada kenyataanya ilmu selalu berkembang
pesat bahkan seringkali melupakan unsur etika. Ilmu adalah netral, pada saat
ini kenetralan ilmu jarang kita temukan karena banyak para ilmuwan atau para
intelek lebih membiarkan kreatifitasnya melaju terus tanpa diimbangi oleh etika
lebih lagi dengan agama, tebukti bayaknya penemuan yang tidak lagi mengutamakan
etika , salah satu contoh : cloning embrio, bahan-bahan peledak dst
4.
Tanggung Jawab Intelektual Muslim
Berbicara
masalah tanggung jawab kita harus tetap merujuk pada al-Qur’an dan Hadist
sebagai pedoman utama orang Islam, untuk menentukan apa saja kewajibna seorang
intelektual muslim al-Qur’an menyebutkan ada dua kewajiban intektual muslim
sama dengan memenuhi janji Allah dan menyambungkan apa yang Allah perintahkan untuk
menyambungkannya, perjajian ini disebut dengan Mitsaq. Dr Muhammad
Mahmud Hijaz mendefinisakan hal ini sebagai pengikat diri antara 1. intelktual
muslim dengan tuhannya. 2. antara drinya sendiri sebagai individu. 3. antara
intektual muslim dengan masyarakat. Seorang intelektual harus memilki sebuah
komitmen yang terikat pada nilai-nilai keintelektualan muslim dan melaksanakan
semua komitmen ini adalah memenuhim mitsaq. Seorang intelektual yang
bertanggung jawab mampu menjadi figur pemimpin dan mampu menghidupkan semangat
persatuan ditengah masyarat yang berpecah belah, selalu mencari titik temu
dalam menyelelesaikan masalah, menghubungkan ilmu pengetahuan dengan agama, menanamkan semangat untuk saling
menghargai pendapat yang tumbuh dalam Islam, membiasakan keberagaman pendapat
selama masih dalam koridor agama Islam.
Seperti
aktifis muslim lainnya, inetelektual muslim adalah seseorang yang harus selalu
berusaha mengembngkan kesatuan tata kehidupan manusia dan masyarakat yang ramah
sebangai pelaksana dan relisasi fungsi dan ibadah yang berdasarkan pada
al-Qur’an dan Hadist 21,
Akal sehat harus selalu dikembangkan
secara kreatif kritis dan inovatif sebangai ala pemahaman dan pengamalan islam
sehingga kehidupan duniawi dapat mengantarkan kedalam kehidupan uhrawi yang
lebih kekal.
Jika
umat Islam tidak ingin ketinggalan dengan bangsa lain maka sudah saatnya
intektual bangkit dan kembali menghidupkan (revitalasi) warisan intelektual
Islam yang selama ini terabaikan dan jika perlu mendefinisikan kembali
(redefinisi) ilmu dengan dasar epistemologi yang di derivisi oleh wahyu.
Ilmu-ilmu kealaman merupakan alat untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta
selama memerankan peran ini maka ilmu itu suci. Yang membedakan Islam dengan
yang lain adalah penekanan terhadap masalah sain. Al-qur’an dan as-Sunnah
mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan serta
menetapkan orang-orang yang berilmu pada derajat yang tinggi. Ketertinggalan
dalam ilmu pengetahuan berakibat lemah dalam penafsiran dalam al-Qur’an, sebab
penafsiran dalam al-Qur’an dibutuhkan kreatifitas keilmuan yang potensial hal
ini bergunan untuk membangun sebuah kerangka peradapan22. Isi alam yang ada dapat diubah oleh
manusia dengan kreatifitasnya menjadi bagian dalam kebudayaannya yang merupakan
produk dari kreatifitas akal itu sendiri. Jika dihubungkan dengan ilmu
pengetahuan ilmu memilki kedudukan yang terpenting sehingga setiap saat manusia
tidak dapat dilepaskan dengan ilmu pengetahuan. Keunggulan umat manusia atau
suatu bangsa ditentukan dengan tingkat pemahaman terhadap ilmu pengetahuan yang
menggunakan rasio anugerah dari tuhan untuk belajar ayat-ayat dari Allah.
Dengan
akal dan langkah yang kritis generasi baru intelektual muslim dapat membebaskan
diri secara metode dari rasa sungkan terhadap kebesaran pemikir-pemikir
terdahulu Islam, sikap ini mampu melahirkan suatu pemikiran-pemikiran yang bisa
menggugat kesahihan pemikiran ulama yang terdahulu, sehingga generasi baru
intelektual muslim dapat mengembangkan kreatifitas dengan penuh percaya diri.
Jadi sebangai intelektual dapat mengembangkan dan menghidupkan kembali warisan
intelektual muslim yang selama ini telah terabaikan. Seorang intelektual muslim
tidak boleh melepaskan dirinya dari jiwa kemuslimannya dan harus bisa mensosialisasikan
ajaran Islam terhadap berbangai unsur pembangunan yaitu ilmu pengetahuan dan
teknologi ( kelaman ) intinya adalah bagaimana seorang intelektual dapat
memberikan nafas Islam kepada ilmu pengetahuan yang berkembang23
Islam dengan berbangai ayatnya telah menyuruh umatnya untuk mengkaji
ilmu pengetahuan secara umum untuk meningkatkan mutu kehidupannya dalam
berbangai bidang sehingga dapat terwujud bahwasanya manusia adalah mahluk yang
mempunyai martabat tertinggi diantara mahluk lainnya.
D.
KESIMPULAN
Peradapan manusia sangat erat kaitanya dengan
ilmu pengetahuan, cara berfikir dan kreatifitas serta moralitas dari manusia
pada saat itu, sebab semakin tinggi pemahaman ilmu pengetahuan akan mampu
melakukan pilihan. Agama sebangai alat kontrol
memilki kebenaran mutlak di luar kemapuan berfikir manusia yang sangat
terbatas dan lebih banyak terpengaruh kepada banyak kepentingan tertentu dari
hasil pemikirannya. Disini letak keterkaitan antara filsafat ilmu dan agama
sebangai alat kontrol kebebasan berfikir manusia.
Filsafat ilmu memberikan wawasan dalam hal
kreatifitas karena dengannya manusia akan mampu berfikir secara mendalam sampai
keakar-akarnya baik disadari maupun tidak karena para pemikir telah
menggunkannya dalam proses kreatifitas dalam menghasilakan sebuah ilmu
pengetahuan. Ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian oleh para
intelektual muslim yakni ajaran agama yang tetuang dalam al-Qur’an dan
as-Sunnah yang sangat terbuka untuk di lakukan ijtihad. Dalam al-Qur’an banyak
tertuang ayat-ayat yang masih bersifat Mujmal atau umum disini
kreatifitas intelektual sangat dibutuhkan dan hendaknya para intelektual tidak
hanya memikirkan ayat-ayat yang Qouliyah tetapi ayat-ayat yang berfikat
Kauniyah harus mendapat perhatian sehingga ilmu yang didapatkan bisa bermanfaat
kepada masyarakat.
Filsafat ilmu telah banyak menumbuhkan daya
kreatifitas para intelektual dalam
bidang pemikiran keilmuan sehingga mampu merubah dan mengembangkan tradisi lama
kearah ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih modern. Dari sini dapat
disimpulkan seorang intelektual muslim harus mampu :
a.
Mencari akar
permasalahan yang sedang terjadi dimasyarakat dan dapat melepaskan diri dari
kejumudan yang berkepanjangan
b.
Mempelajari
semua ilmu yang ada dialam ini dan megembalikannya lagi ke sumber yang utama
yaitu al-Qur’an dan Hadist, seta mampu memberikan nafas Islam terhadap semua
ilmu
c.
Menghidupkan
tradisi keintelektualan yang telah lama ditinggalkan dan mengembangkan tradisi
modern secara Islami
DAFTAR
PUSTAKA
M Zainuddin, Filsafat Ilmu
Prespektif Pemikiran Islam, Bayu Media
Imam Bawani, Cendekiawan
Muslim Dalam Prespektif Pendidikan Islam, Bina Ilmu 1991
Mastuhu, Memberdayakan
Pendidikan Islam, Logos, Jakarta 1990
Nurckholis Majid, Khazanah
Intelektual Islam, Bulan Bintang, Jakarta
Ahmad Zubair, Dimensi Etik Dan
Estetika Ilmu Pengetahuan Manusia Kajian Filsafat Ilmu, Lesfi Yogyakarta
Conny Setiawan, Dimensi
Kreatif Dalam Filsafat Ilmu, Rosda Karya Bandung 1999
Maswan, Mengungkap Tabir Imajinasi
Dan Ide Manusia, Sinar Baru, Bandung 1999 Kamus Besar Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka
Jujun S Sumatri, Filsafat Ilmu
Sebuah Pengantar Populer, Sinar Harapan, Jakarta, 2003
Zainal Abidin, Filsafat
Manusia Memahami Manusia Melalui Filsafat, Rosda Karya Bandung 2003
Saifullah, Buku Ajar Konsep
Dasar Filsafat Ilmu Bagian I, UIN
Malang 2004
Abdul Munir Mulkam, Paradigma
Intelektual Muslim, Sipress, Yogyakarta 1993
Louis Karttsof, Pengantar
Filsafat, Trjmh Soejono Soemargono, Tiara, Yogyakarta, 1992
Mehdi, Filsafat Sains Menurut
Al-Qur’an, Mizan, Bandung 2003
Amsal Bahtiar, Filsafat Ilmu,
Raja Grafindo, Jakarta 2004
Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat
Islam, Pustaka Firdaus 1997
W Posepoprodjo, Logika Ilmu Menalar, Pustaka Grafika,
Bandung1999
Poedjawitjatna, Tahu Dan
Pengetahuan Pengantar Keilmu Dan Filsafat, Rineka Cipta, Jakarta 1991
1 M. Zainuddin, Filsafat Ilmu
Prespektif Pemikiran Islam, Bayu Media. 2003. Hlm 1
2 Imam Bawani, Cendekiawan
Muslim Dalam Prespektif Pendidikan Islam, Bina Ilmu. 1991. Hlm 27
3 Mastuhu,Memberdayakan Sitem
Pendidikan Islam, Logos, Jakarta. 1999. Hlm 22
4 Nurckholis Majid, Khazanah
Intelktual Islam, Bulan Bintang, Jakarta. Hlm 81
5 Ahamd Zubair, Dimensi Etik
Dan Estetika Ilmu Pengetahuan Manusia,Kajian Filsafat Ilmu, Lesfi.
Yogjakarta. Hlm 16
6 Conny Semiawan, Dimensi
Kreatif Dalam Filsafat Ilmu, Rosda Karya, Bandung. 1999. Hlm 1
7 Maswan, Mengungkap Tabir
Imajinasi Dan Ide Manusia, Sinar Baru, Bandung 1989 . Hlm 9
8 Conny Setiawan, Op. Cit, Hlm.
60
9 ibid, hlm 61
10 Ibid, Hlm 79
11 Pusat Pembinaan Dan Pengembngan Bahasa 1989 Kamus Besar Indonesia,
Jakarta , Balai Pustaka. Hlm. 465
12 Jujun S Sumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,
Sinar Harapan, Jakarta 2003 Hlm. 269
13 Semiawan R Conny Op Cit. Hlm 60
14
Zainal Abidin, Filsafat Manusia Memahami Manusia Melalui Filsafat, Rosda
Karya, Bandung 2003. Hlm 115
15 Saifullah, Buku Ajar Konsep Dasar Filsafat Ilmu Bagian I,
UIN Malang 2004. Hlm 36
16 Conny R Semiawan, Op Cit Hlm 68
17 Saifullah, Op Cit Hlm 7
18 Abdul Munir Mulkam, Paradigma Intelektual Muslim, Sipress,
Yogyakarta 1993 Hlm. 163
19 ibid
20 Louis Kattsof, Pengantar Filsafat, Trj Soejono Soemargono, Tiara,
Yogyakarta 1992. Hlm 80
21 Munir Mulkam Op Cit Hlm163
22 Mehdih, Filsafat Sains Menurut Al-Qur’an , Mizan, Bandung
2003. Hlm 25
23 Imam Bawani Op Cit Hlm 64
Ditulis Oleh : Unknown ~ Amierul El Neymar JR
Sobat sedang membaca artikel tentang Kontribusi Filsafat Ilmu Dlm Membentuk Ciri Khas Intelektual Muslim. Dan terimakasih atas kunjungan sobat. Oleh Admin : Sobat diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar