Kalau pada Pemilu 1999 partai yang ikut sebagai peserta ada 48, maka
dalam Pmeilu 2004 partai peserta Pemilu jauh berkurang separonya. Menjadi24 partai. Nmor urutnya pun telah
ditentukan berdasar undian yang diselenggarakan KPU.
Apa artinya? Artinya adalah, di Indonesia memang tengah terjadi
proses kristalisasi politik. Kekuatan-kekuatan politik yang dulu menyebar kini
pelan-pelan mengkristal. Menjadi lebih sedikit jumlahnya. Sekaligus menjadi
jelas orientasi politiknya.
Ini juga menandakan kalau era euphoria atau hura-hura politik telah
berakhir. Kita kemudian memasuki era politik aktual yang makin lama makin
cenderung rasional. Bahwa KPU memiliki cukup wibawa untuk menyeleksi dengan
ketat berdasar parameter yang jelas dan hasilnya adalah jumlah partai yang
makin sedikit juga menunjukkan kalau pelembagaan Pemilu sebagai proses untuk
mencari mandat dan legitimasi rakyat sesungguhnya dapat dilakukan oleh
masyarakat sendiri. Ini pun menunjukkan kalau di tengah bangsa kita pelan-pelan
juga terjadi proses pendewasaan politik, suatu hal yang sejak sangat didambakan
tetapi tidak pernah terjadi.
Dengan demikian, arus besar bangsa ini sesungguhnya positif. Makin cenderung rasional, makin cenderung
memahami perlunya pelembagaan Pemilu secara benar dan makin dewasa dalam
berpolitik. Dengan demikian diharapkan, siapa yang menang tidak akan
sewenang-wenang dan siapa kalah tidak akan ngamuk atau melakukan hal-hal yang
lucu lainnya Semua dapat menerima kemenangan dan kekalahan sebagai sesuatu yang
wajar. Sebagai risiko bagi peserta kompetisi politik..
Ini juga dapat dijadikan ukuran, siapa saja yang masih cenderung
kekanak-kanakan, siapa saja yang masih cenderung mengedepankan otot dan
kekerasan, dan siapa saja yang anti dialog sesungguhnya telah ketinggalan
zaman. Partai yang curang pun, baik curang pada saat pencalonan, curang pada
saat pemungutan suara maupun curang pada saat penghitungan seperti yang terjadi
pada Pemilu-pemilu yang lalu sehingga ada partai menang secara tidak wajar, ini
pun sudah menjadi partai ketinggalan zaman. Tidak peduli dari partai mana dan
siapa pun pimpinannya. Sebab bertentangan dengan arus besar bangsa ini.
Apalagi untuk Pemilu 2004, ‘barisan’ para pemantau sepertinya cukup
rapat. Dan mereka galak-galak, tegas dalam bertindak tanpa pandang bulu.
Pemantau resmi Panwaslu sekarang ini mendapat mitra atau partner yang banyak
sekali jumlahnya. Ada pemantau Pemilu yang memiliki jaringan internasional,
jaringan nasional maupun pemantau yang didirikan dalam jaringan lokal. Masyarakat
profesi juga menerjunkan pemantau. Misalnya masyarakat pers.
Dalam kaitan semua ini maka kristalisasi politik menjadi bermakna.
Untuk ini kita perlu mencermati arah dari kristalisasi tersebut. Sebab ada
kemungkinan kristalisasi itu mengarah pada pembentukan ‘keluarga besar politik
Soekarno’, ‘keluarga besar politik Soeharto’, ‘keluarga besar politik para
jenderal pensiunan’, dan semacam ‘keluarga besar partai-partai yang
memperjuangkan nilai-nilai Islam dalam kerangka kesejahteraan Indonesia’.
Nah empat ‘keluarga besar politik’ itu yang dalam Pemilu 2004 nanti
akan berkompetisi, atau malahan bertarung untuk merebut suara rakyat. Nah siapa
yang akan menang? Apakah ‘keluarga besar politik Soekarno’? Atau ‘keluarga
besar politik Soeharto’? Atau ‘keluarga besar politik para jenderal pensiunan?
Atau ‘keluarga besar partai-partai yang memperjuangkan nilai-nilai Islam dalam
kerangka keindonesiaan’?
Itu yang belum
pasti.
Hanya saja yang dapat dipastikan adalah nasib rakyat dan umat Islam
akan erat berkaitan dengan siapa yang akan muncul sebagai pemenang. Kalau
‘keluarga besar politik Soekarno’ yang menang maka nasib rakyat dan umat Islam
sudah dapat dikira-kira apa jadinya. Kalau ‘keluarga besar politk Soeharto’
yang menang maka nasib rakyat dan umat Islam juga sudah dapat diramalkan.
Demikian juga kalau ‘keluarga besar para jenderal pensiunan’ yang menang. Nasib
rakyat dan umat Islam akan bertambah baik atau buruk sudah jelas dari sekarang.
Sebenarnya, jika ‘keluarga partai-partai yang memperjuangkan
nilai-nilai Islam dalam kerangka kesejahteraan Indonesia’ yang menang maka
nasib rakyat dan umat Islam jelas akan lebih baik. Pemerintahan yang dibentuk
dapat diramalkan akan lebih bersih dan lebih konsisten dalam memberantas
korupsi. Anggaran pendidikan yang 20 persen akan mengucur dan dapat dinikmati
rakyat dan umat Islam. Penjualan asset rakyat akan dihentikan dan beban hutang
rakyat yang akan terkurangi. Para usahawan akan bernafas lega karena pungutan
dan pemerasan oleh partai-partai atau pihak lain yang selama ini terjadi akan berkurang.
Dengan kata lain, kesejahteraan dan keadilan akan menjadi pasang mesra dalam
mewarnai kehidupan sehari-hari.
Masalahnya, untuk memenangkan Pemilu, sungguh merupakan perjuangan
berat. Mampukah partai-partai yang memperjuangkan nilai-nilai Islam dalam
kerangka kesjahteaan Indonesia dapat menang? Itulah yang kini diharap oleh
rakyat dan umat Islam Indonesia. (Bahan dan tulisan: tof)
Ditulis Oleh : Unknown ~ Amierul El Neymar JR
Sobat sedang membaca artikel tentang Kristalisasi Politik. Dan terimakasih atas kunjungan sobat. Oleh Admin : Sobat diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar