Sebentar lagi pemilu sebagai
pesta demokrasi akan berlangsung untuk kesekian
kalinya di negeri ini. Penatapan calon anggota legeslatif (caleg)
tingkat pusat dan daerah hingga Dewan Perwaklan Daerah (DPD) sudah dan tengah
berlangsung. Di sini mulai tercium dengan keras bagaimana permainan
politik-uang dilakukan oleh banyak pigak agar lolos dalam seleksi sebagai caleg
atau berbagai praktik tidak sehat dallam pencalonan DPD. Masyarakat publik pun
semakin kehilangan kepercayaan terhadap wakil-wakil mereka yang cenderung lebih
mementingkan dirinya sendiri melalui berbagai tindakan tidak terpuji. Suara
masyarakat yang memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya alias golput pun
semakin santer. Dan orang pun semakin ragu bahwa praktik politik dan kekuasaan
bisa dicerahi moral sehingga menjadi lebih sehat dan bersih.
Muncul pertanyaan mengenai
kemampuan aktivis politik dari kaum santri melakukan praktik politik yang bukan
hanya demokratis, melainkan sekaligus juga bersih, sehat dan bermoral. Kaum
santri selama ini dikenal lebih taat memenuhi ajaran agama dan gigih
memperjuangkan berlakunya syariah baik secara formal dalam berbagai bentuk
perundang-undangan atau pun secara fungsional melalui sosialisasi nilai-nilai
moral ke dalam setiap praktik kekuasaan dan kehidupan sosial. Namun kesalehan
normatif itu memerlukan sejumlah bukti empirik, sehingga meyakinkan publik akan
penting dan manfaatnya tujuan ideal politik santri bagi kepentingan orang banyak,
melalui praktik politik yang sehat dan bersih tersebut.
Kini saatnya aktivis politik
santri itu untuk tampil full-human (hablu min al-naas) sebagai realisasi
keyakinan teologisnya dalam mendekati Tuhan (hablu min allah) ketika sistem
politik semakin terbuka walaupun seringkali juga membuka maraknya
“politik-uang”. Kegiatan politik bagi kaum santri bukanlah sekedar kerja
duniawi melainkan sekaligus sebagai ibadah memenuhi perintah-Nya guna
memperoleh ridla dari-Nya. Keyakinan itu tentu sudah sangat dipahami para
aktivis politik dari kaum santri, namun yang amat perlu disadari ialah
bagaimana merealisasikan keyakinan itu menjadi sebuah aksi kemanusiaan yang
bersih dari cacat moral dan dirasakan manfaatnya oleh rakyat yang memilih tidak
terbatas hanya bagi komunitas partainya, tidak terbatas komunitas santri,
melainkan bagi sebanyak mungkin warga republik ini.
Praktik politik bermoral
ilahi tersebut sekaligus merupakan koreksi terhadap gejala politik sebagai
praktik kekuasaan yang kotor secara moral dan culas secara sosial. Praktik
politik demikian itu merupakan bentuk pendidikan politik, sehingga dinamika
politik nasional menjadi semakin demokratis sekaligus bersih dari segala cacat
moral dan cacat sosial. Seleksi moral ini akan merupakan metodologi atau cara
paling kultural agar perjuangan politik berakar teologi memperoleh dukungan
politik rakyat kebanyakan sebagai mayoritas pemilih. Dari sini kita bisa
membayangkan sebuah kehidupan politik nasional yang menjadi fondasi kemakmuran
rakyat dan bangsa yang semakin saleh sebagaimana dicita-citakan Islam.
Karena itu menjadi penting
bagi kaum santri untuk bersedia menunda pemenuhan kepentingan sesaat dan
kepentingan dirinya sendiri, atau menjadikan pemenuhan kepentingan itu sebagai
bagian integral kepentingan ilahiah. Aktivis politik santri harus bisa
menjadikan dirinya sebagai wajah Islam dalam dunia politik seperti model
uswatun hasanah Nabi Muhammad saw dalam menyebarkan kebagusan Islam (mahaasinul
Islam). Aksi dan agenda politik kaum santri harus bisa dibedakan dari
kebersihan moralnya dan kepeduliannya kepada kepentingan rakyat banyak, bukan
sekedar bagi kepentingan politik golongannya sendiri, lebih-lebih bukan hanya
untuk mencari keuntungan ekonomi sang aktivis.
Seluruhnya terpulang kepada
para aktivis politik santri untuk bersedia melakukan praktik politik yang bukan
sekedar meraih kekuasaan dan bukan sekedar menjadikan kekuasan hanya untuk
memenuhi selera materiel. Bisa jadi praktik politik santri tidak lebih hanya
bentuk hubbuddunya wa karoohiatul maut; mencintai kehidupan dunia secara
berlebihan, tetapi takut mati jika hanya takut tidak memperoleh keuntungan
ekonomi semata. Jika demikian jangan salahkan rakyat jika tidak memilih
partainya kaum santri dan tidak memilih caleg atau bahkan capres dari kaum
santri, serta wajar jika kemenangan lebih berpihak kaum sekuler dan nasionalis.
Perlu disadari bahwa Tuhan akan memihak kaum santri manakala mereka memihak
pada kepentingan rakyat banyak (innallaaha fi ‘aunil abdi ma kaanal ‘abdu fi
‘auni ahiihi)
Ditulis Oleh : Unknown ~ Amierul El Neymar JR
Sobat sedang membaca artikel tentang Politik Bagi Rakyat Politik Bermoral Ilahi. Dan terimakasih atas kunjungan sobat. Oleh Admin : Sobat diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar